Minggu, 09 Desember 2007

EFEKTIFITAS UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAGI PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN PENGGUNA JASA BENGKEL SERVICE MOBIL

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Di era serba modern dan instant ini membuat manusia berpikir untuk mendapatkan pelayanan terbaik dan juga cepat, hal ini juga terjadi bila manusia hendak menperbaiki mobilnya. Pertumbuhan dan perkembangan industri barang dan jasa di satu pihak membawa dampak positif, antara lain yang dapat disebutkan : tersedianya kebutuhan dalam jumlah yang mencukupi, mutunya yang lebih baik, serta adanya alternatif pilihan bagi konsumen dalam pemenuhan kebutuhannya. Akan tetapi di lain pihak terdapat dampak negatif, yaitu dampak penggunaan teknologi itu sendiri serta perilaku bisnis yang mempengaruhi masyarakat konsumen.¹ Para produsen atau pelaku usaha akan mencari keuntungan yang setinggi-tingginya sesuai dengan prinsip ekonomi.² Dalam rangka mencapai untung yang setingi-tingginya itu, para produsen/ pelaku usaha harus bersaing antar sesama mereka dengan perilaku bisnisnya sendiri-sendiri yang dapat merugikan konsumen.³
Demikian juga dalam bisnis otomotif banyak pelaku usaha yang bermunculan sehingga mengakibatkan ketatnya persaingan dalam bisnis ini.
Ketatnya persaingan dapat mengubah perilaku kearah persaingan yang tidak sehat karena para pelaku usaha memiliki kepentingan yang saling berbenturan diantara mereka. Persaingan tidak sehat ini pada gilirannya dapat merugikan konsumen.²
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mempengaruhi pengembangan segala produk termasuk diantaranya kendaraan bermotor. Teknologi otomotif telah tumbuh pesat yang mana juga berdampak pada pertumbuhan teknologi yang terkait diantaranya teknologi material, teknologi perancangan teknologi enersi, teknologi lingkungan, teknologi getaran dan kebisingan, dan lain-lain.
Industri kendaraan juga berkembang seiring dengan berkembangnya kebutuhan sarana transportasi yang menjadi tuntutan untuk pertumbuhan ekonomi setiap negara. Negara-negara maju telah menempatkan industri otomotif menjadi industri unggulan dan strategis dan telah menjadi suatu kekuatan ekonomi suatu negara. Teknologi otomotif menjadi semakin penting untuk dikuasai dan dikembangkan. Kendaraan merupakan salah satu produk yang padat teknologi canggih yang mana jumlah komponennya tidak kurang dari 40.000 sampai 50.000 komponen untuk mobil dan kira-kira 12.000 komponen untuk kendaraan.
Service mobil adalah kegiatan yang pemilik mobil wajib melaksanakannya bila menemui kendala dalam mobilnya.
Perlindungan hukum sangat diperlukan oleh pihak konsumen sendiri sebagai pengguna jasa Bengkel Service Mobil sehingga dikemudian hari pihak konsumen dapat terhindar dari perbuatan melanggar hukum perusahaan jasa Bengkel Service Mobil yang tidak bertanggung jawab.
Istilah tanggung gugat (liability) dan tanggung jawab (responsibility) seringkali kurang dipertegas makna perbedaannya dalam masyarakat. Tanggung jawab adalah pertanggung jawaban atas hasil berupa barang atau jasa yang dihasilkan perusahaan tertentu dan bila menimbulkan gugatan maka istilah tanggung gugat merupakan istilah untuk gugatan ganti rugi dalam ruang lingkup perdata.
Dalam kurun beberapa tahun belakangan ini banyak sekali keluhan konsumen pengguna jasa bengkel service mobil yang mengeluh mengenai pelayanan service beberapa bengkel service mobil antara lain :
1. Lihat Kisah Ibu Siti Mariah di Media Konsumen Tanggal 19 Juni 2006 dengan topik Mobil Mercedes Benz yang terus bermasalah.
Konsumen pengguna Jasa Service Bengkel Mercedes Benz ini mengeluh karena mobilnya yang baru beli 1 bulan yaitu Mercedes Benz A-150 terus mengalami masalah yaitu keluar masuk bengkel sampai 10 kali sehingga mengganggu aktivitas kerjanya sehari-hari karena sangat menyita waktu harus bolak-balik ke Bengkel.
Penjelasan dari pihak Bengkelpun tidak memuaskan karena pihak bengkel tidak dapat mendiagnosa kerusakan mobil.
2. Lihat kasus Bapak Koribu dan Ibu Siti Rohillah yang menggugat pihak Indomobil di artikel pada www.hukumonline.com tanggal 19 Maret 2007
Konsumen yaitu Bapak Koribu pengguna jasa Dealer dan bengkel Indomobil mengeluh karena fungsi airbag sistem di mobil yang baru dibeli dari Indomobil tidak dapat berfungsi ketika mengalami kecelakaan yang merenggut nyawa anaknya yaitu Ali Imron.
Menurut beliau meninggalnya Ali Imron anaknya karena tidak berfungsinya air bag mobil barunya yaitu Suzuki Grand Vitara.
Bahkan meskipun masuk bengkel Indomobil air bagnya tidak dapat dibetulkan oleh pihak Bengkel dan tidak ada solusi pasti.
3. Lihat juga artikel pada www.detik.com tanggal 13 November 2004 mengenai kerusakan Fanbelt mobil Toyota kijang milik konsumen dimana setelah diservice oleh pihak Bengkel resmi Toyota kijang di Kalimalang Jabodetabek tetap saja bermasalah dan meskipun dikomplain pihak Toyota tidak juga memberikan solusi pasti

Melihat berbagai masalah diatas sudah seharusnya dilakukan penelitian yang komprehensif mengenai perlindungan hukum bagi konsumen pengguna jasa service mobil pada Dealer dan Bengkel resmi maupun tidak resmi demi terciptanya keamanan konsumen Indonesia.
Didalam Undang-undang Perlindungan konsumen Nomor 8 Tahun 1999 telah dijelaskan definisi dari :
1. Pelaku usaha = Pasal 1 angka 3
Yaitu setiap orang perseorangan atau badan hukum baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah negara Republik Indonesia baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha berbagai bidang ekonomi.
2. Tanggung Jawab pelaku usaha = Pasal 19 ayat 1
Yaitu : pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
3. Konsumen = Pasal 1 angka 2
Yaitu : Setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Berkaitan dengan pengertian ini dapatkah pihak pengguna jasa Bengkel service mobil disebut konsumen menurut Undang-undang Konsumen sehingga dapat disebut konsumen tingkat akhir
Oleh karena itu penelitian hukum ini sangatlah mutlak diperlukan agar memberikan masukan kepada konsumen baik itu masyarakat, perusahaan dan instansi pemerintah bila menghadapi permasalahan mal service mobil oleh Bengkel service mobil dimasa depan.

II. Rumusan Masalah
Berawal dari latar belakang diatas maka melalui penelitian hukum ini dapat diketahui permasalahan yang terjadi di Lapangan ?
1. Apakah benar terjadi mal service yang dilakukan Perusahaan bengkel service mobil dalam permasalahan ini ?
2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum yaitu bagi pengguna Bengkel service mobil ini yang diberikan oleh Undang-undang Perlindungan Konsumen ?


III. Tujuan Penelitian hukum
Penelitian hukum ini bertujuan untuk memaparkan, meneliti dan menganalisa kasus-kasus mal service yang mengakibatkan keluhan konsumen atas jasa service yang diberikan bengkel service mobil.


IV. Manfaat Penelitian hukum
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran bagi kalangan konsumen bengkel service mobil dan kalangan dunia otomotif untuk dapat meningkatkan pengetahuan atas hak-hak hukum yang diperolehnya.

V. Metode Penelitian hukum
Metode pendekatan masalah yang digunakan dalam Penelitian hukum ini adalah
1. Teknik Penelitian dan pengumpulan data
Teknik penelitian ini menggunakan teknik penelitian empiris hukum dimana penelitian mengambil data yaitu :
§ Undang-undang Perlindungan konsumen Nomor 8 Tahun 1999
§ Kontrak konsumen bengkel service mobil
§ Burgerlijk Wetboek (BW)
§ Wawancara dengan konsumen
§ Keluhan konsumen diberbagai media
§ Standar baku service mobil
§ Pengaduan pada Yayasan lembaga Konsumen Indonesia

2. Teknik Pendekatan masalah
Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik case approach dimana penelitian akan mencari data pada Lembaga Konsumen Indonesia dan pada berbagai Media Koran di Indonesia pada umumnya dan Jawatimur pada khususnya.

3. Sumber bahan hukum
Bahan primer
§ Undang-undang Perlindungan konsumen
§ Burgerlijk Wetboek

Bahan sekunder
§ Kontrak service konsumen bengkel service mobil
§ Wawancara dengan konsumen
§ Keluhan konsumen pengguna jasa service mobil diberbagai media
§ Pengaduan pada Yayasan lembaga Konsumen Indonesia

VI. Literatur
1. Janus Sidabalok , Hukum Perlindungan Konsumen, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006
2. Nyoman Sutantra, Pendahuluan, Teknologi Otomotif, Guna Widya, Surabaya, 2001
3. www.detik.com
4. www.hukumonline.com
5. Koran media konsumen
6. www.kompas,co.id
7. Undang-undang Perlindungan Konsumen
Catatan kaki
1. Janus Sidabalok, Pendahuluan, Hukum Perlindungan Konsumen, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006 hal 2
2. Nyoman Sutantra, Pendahuluan,Teknologi Otomotif,Guna Widya, Surabaya, 2001, hal 1
3. Nyoman Sutantra, Pendahuluan,Teknologi Otomotif,Guna Widya, Surabaya, 2001, hal 1
4. Op. cit

Senin, 29 Oktober 2007

TANGGUNG GUGAT PERUSAHAAN PENILAI PROPERTI

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Dalam era modern saat ini pihak Perbankan terus berbenah diri terutama demi menjaga kredibilitasnya dan profesionalitasnya di bisnis perbankan. Salah satunya adalah menggandeng pihak ketiga sebagai rekanan dalam menilai agunan debitur Bank tersebut. Ketrampilan, pendidikan dan pengalaman pihak Perbankan dalam menilai properti sangatlah kurang layak dalam menjaga profesionalitasnya karena penilaian properti adalah bukan bidang yang dikuasai oleh Pihak Perbankan Indonesia.
Dulu pihak Bank akan menggandeng perusahaan jasa pemasar properti yang banyak berdiri dikota-kota metropolitan Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Denpasar, dan kota besar lain-lainnya banyak dijumpai perusahaan seperti ini, maka dalam perkembangannya pihak Pemasar jasa properti sebagai rekanan untuk menyediakan informasi mengenai harga rumah dan tanah bagi mereka untuk memudahkan dalam proses penaksiran agunan Debitur dalam proses analisa kredit.
Dewasa ini pihak Perbankan mewajibkan adanya pihak ketiga yang lebih profesional dan independen dalam menilai dan menaksir jaminan properti debitur mereka sehingga kasus-kasus kredit macet dan kasus korupsi yang mengindikasikan adanya pegawai Perbankan yang ikut terlibat dapat ditekan seminim mungkin sesuai dengan kebijakan Bank Indonesia.
Bak gayung bersambut peluang bisnis ini membuat banyak entreprenur, bisnisman dan Perusahaan kecil sampai besar mendirikan Perusahaan Baru yaitu Perusahaan Penilai Properti yang merupakan rekanan Bank atau Pihak Ketiga dalam menilai harga tanah dan bangunan milik Debitur Bank tersebut apakah layak dan sesuai sebagai jaminan atas permohonan kredit mereka. Keahlian penilaian atas properti ini merupakan keahlian khusus yang memerlukan pendidikan dan pengalaman yang cukup agar layak disebut Perusahaan yang Profesional.
Perusahaan penilai properti ini merupakan partner Perbankan untuk mengenali jaminan properti yang diajukan Nasabah Bank yang seringkali diharapkan untuk membantu Perbankan mengurangi tingkat kredit macet di Perbankan. Permasalahan kredit macet merupakan masalah klasik pihak Perbankan Indonesia sampai saat ini, adapun persoalan ini dapat mencakup banyak aspek pada proses pemberian kredit itu sendiri.
Salah satu masalah yang ada dilapangan dewasa ini adalah nilai hasil pelelangan obyek jaminan properti Debitur yang disita karena wanprestasi dan sebagian besar telah ada di Kantor Pengurusan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN), ternyata nilai yang sebenarnya properti agunan tersebut jauh dibawah nilai kredit yang diberikan oleh pihak Bank sehingga kerugian yang diderita pihak Bank cukup besar.
Perlindungan hukum sangat diperlukan oleh pihak Bank sendiri sebagai pengguna jasa Perusahaan Penilai Properti sehingga dikemudian hari pihak Bank tersebut pada khususnya dan Perbankan Indonesia pada umumnya dapat terhindar dari perbuatan melanggar hukum perusahaan Penilai Properti yang tidak bertanggung jawab.
Istilah tanggung gugat (liability) dan tanggung jawab (responsibility) seringkali kurang dipertegas makna perbedaannya dalam masyarakat. Tanggung jawab adalah pertanggung jawaban atas hasil berupa barang atau jasa yang dihasilkan perusahaan tertentu dan bila menimbulkan gugatan maka istilah tanggung gugat merupakan istilah untuk gugatan ganti rugi dalam ruang lingkup perdata.
Didalam Undang-undang Perlindungan konsumen Nomor 8 Tahun 1999 telah dijelaskan definisi dari :
1. Pelaku usaha = Pasal 1 angka 3
Yaitu setiap orang perseorangan atau badan hukum baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah negara Republik Indonesia baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha berbagai bidang ekonomi.
2. Tanggung Jawab pelaku usaha = Pasal 19 ayat 1
Yaitu : pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
3. Konsumen = Pasal 1 angka 2
Yaitu : Setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Berkaitan dengan pengertian ini dapatkah pihak Bank disebut konsumen menurut Undang-undang Konsumen sehingga dapat disebut konsumen tingkat akhir pengguna jasa Perusahaan penilai properti.

Oleh karena itu penelitian ini sangatlah mutlak diperlukan agar memberikan masukan kepada pihak Bank dan Perbankan Indonesia pada umumnya bahwa adanya perlindungan hukum yang dapat diberikan bila pihak Bank mengalami kasus-kasus sengketa hukum seperti ini di masa datang.

II. Rumusan Masalah
Berawal dari latar belakang diatas maka melalui penelitian ini dapat diketahui permasalahan yang terjadi di Lapangan ?
1. Siapakah yang bertanggung gugat mengenai permasalahan kredit macet karena kesesatan informasi yang diperoleh pihak Perbankan?
2. Apakah benar terjadi kesesatan informasi yang dilakukan Perusahaan penilai properti dalam permasalahan ini ?
3. Apakah terjadi persekongkolan antara pihak Debitur dan Perusahaan Penilai properti dalam kesesatan informasi yang terjadi ?
4. Bagaimana bentuk perlindungan hukum yaitu pengguna jasa Perusahaan penilai properti ini ?


III. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan, meneliti dan menganalisa kasus-kasus kredit macet yang ada di Perbankan Indonesia apakah berkaitan dengan kesesatan informasi yang diberikan oleh Pihak Perusahaan Penilai Properti


IV. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran bagi kalangan dunia perbankan sehingga diharapkan Pihak Perbankan lebih teliti dalam mengucurkan kreditnya di masa datang.

V. Metode Penelitian
Metode pendekatan masalah yang digunakan dalam skripsi ini adalah
1. Teknik Penelitian dan pengumpulan data
Teknik penelitian ini menggunakan teknik penelitian empiris hukum dimana penelitian mengambil data yaitu :
§ sampel kredit macet dalam suatu Bank dimana nilai agunan yang dilelang oleh Kantor Pengurusan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) dibawah nilai kredit yang telah dikucurkan Bank tersebut
§ Pendapat yang telah diberikan Perusahaan penilai properti
§ Kontrak kerjasama perusahaan penilai properti dengan Bank

2. Teknik Pendekatan masalah
Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik case approach dimana penelitian akan mencari data pada Kantor Pengurusan Pituang dan Lelang Negara (KP2LN) nilai agunan suatu kredit perbankan yang nilai sebenarnya dibawah nilai kredit Bank sehingga pihak mengalami kerugian yang cukup besar


3. Sumber bahan hukum
Bahan primer
§ Undang-undang Perlindungan konsumen
§ Pasal 1365 Bw
§ Kontrak Perusahaan Penilai Properti dengan Perbankan
§ Pendapat Perusahaan penilai properti tentang hasil penilaian properti agunan debitur
Bahan sekunder
§ Kasus-kasus kredit macet di Perbankan yang telah disetor ke Kantor Pengurusan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN)

TINJAUAN YURIDIS PERPRES NO. 65 TAHUN 2006 PERUBAHAN ATAS PERPRES NO. 36 TAHUN 2005 SEBAGAI PERATURAN PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UN

1. JUDUL PENELITIAN HUKUM
TINJAUAN YURIDIS PERPRES NO. 65 TAHUN 2006 PERUBAHAN ATAS PERPRES NO. 36 TAHUN 2005 SEBAGAI PERATURAN PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM.

2. LATAR BELAKANG MASALAH
Pembangunan demi pembangunan yang bertujuan untuk mensejahterahkan rakyat dan menggerakkan perekonomian rakyat menjadi bahan utama kampanye pasangan Calon Presiden Susilo Bambang Yudoyono dan Jusuf Kalla pada tahun 2004 kemaren, tetapi yang terjadi adalah antara Harapan dan kenyataan tetaplah tidak dapat berjalan dengan sinkron. Istilah keren hukumnya adalah Das Sollen dan Das Sein belum tentu dapat dijalankan dengan baik.
Peraturan demi peraturan dilahirkan pasangan ini demi mulusnya strategi ekonomi untuk menggerakkan roda perekonomian bangsa Indonesia yang masih terpuruk karena krisis berkelanjutan dari tahun 1997 sampai sekarang. Pada tahun pertama masa pemerintahannya Presiden Susilo Bambang Yudoyono mengeluarkan Peraturan Presiden mengenai Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum yang dikenal dengan Perpres Nomer 36 Tahun 2005 untuk menggantikan Keppres No. 55 Tahun 2003 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Undang-undang untuk Kepentingan Umum sebagai Peraturan pelaksana Undang-undang.
Berita di situs Wahli menyatakan Diawal tahun 2005, tepatnya, 17-18 Januari 2005, diadakan Indonesia Infrastructure Summit 2005, bertempat di Shangri-La Hotel, Jakarta. Pertemuan ini diakhiri dengan penandatanganan Declaration of Action on Developing Infrastructure and Public Private Partnerships, The Jakarta Infrastructure Summit 2005, oleh Aburizal Bakrie [Menteri Koordinator Perekonomian], Jemal-ud-din Kassum [Vice President

www.wahli.or.id

World Bank], Shamshad Akhtar [Director General Southeast Asia Department
Asian Development Bank], M. Hidayat [Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia], dan delegasi 19 negara lainnya.
Dalam Infrastruktur Summit 2005, Pemerintah Indonesia menyatakan membutuhkan dana untuk pembangunan dan peningkatan infrastruktur sebesar Rp1.305 triliun. Akibat besarnya dana yang dibutuhkan tersebut, pemerintah mengundang investor domestik dan luar negeri untuk mencari sumber pembiayaan. Sementara itu, pada tahap pertama, Pemerintah Indonesia telah menawarkan 91 proyek senilai Rp 205,5 triliun kepada para investor itu, sekaligus berjanji akan mengeluarkan 14 peraturan serta ketentuan untuk mendukung kelancaran investasi yang ditanamkan dan selang 3 bulan, pada tanggal 3 Mei 2005, Pemerintah meluncurkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 36 Tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Kontan saja, pelbagai protes dilayangkan seiring terbitnya perpres ini. Protes ini bukan tanpa alasan. Mereka beranggapan bahwa peraturan presiden ini mencerminkan sikap pemerintah yang represif dan otoriter. Bayangkan, secara paksa, pemerintah dapat mencabut hak atas tanah milik rakyat, dengan mengatasnamakan kepentingan umum [Perpres No. 36 Tahun 2005, Bab II Pengadaan Tanah, Pasal 2, bagian (b)]. Selain itu, latar belakang ditetapkannya perpres ini, karena pemerintah sudah terlanjur membuat komitmen pada Infrastructur Summit 2005, yang lebih berpihak pada kaum pemodal (investor) ketimbang kepentingan umum (rakyat).
Sejumlah kalangan bahkan menyebut Pemerintahan sekarang ini lebih buruk daripada Rejim Orde Baru yang ditumbangkan rakyat dan mahasiswa tahun 1998 kemaren. Indikatornya sangat jelas bahwa Pemerintah ingin memuluskan sejumlah proyek Infrastruktur seperti pembangunan Jalan Tol bagi kepentingan menggerakkan roda perekonomian nasional tetapi banyak kala

www.media-indonesia.com

ngan akademisi dan praktisi menilai arah kebijakan reformasi agraria yang dijanjikan Presiden Susilo Bambang Yudoyono saat kampanye telah lenyap dan yang tinggal hanyalah janji kosong semata.
Setelah 1 tahun kemudian Presiden Susilo mengganti Perpres No. 36 Tahun 2005 dengan Perpres No. 65 Tahun 2006.
Berita di Kompas bahwa Peraturan Presiden Perubahan atas Perpres No 36/2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum (Perpres No 65/2006) terbit 5 Juni 2006. Sama dengan peraturan presiden (perpres) sebelumnya, Perpres No 65/2006 tidak disertai dengan Naskah Akademis sehingga tidak dapat diperoleh kejelasan tentang falsafah, orientasi, dan prinsip dasar yang melandasinya. Komentar dibuat dengan catatan, materi dalam perpres harus dimuat dalam undang-undang.
Baca juga berita terakhir Koran Jawa pos 15 Juli 2007, bahwa Pembangunan proyek tol Waru-Juanda belum menemukan titik terang karena terlalu mengambang maka Pemprov Jatim berencana menggunakan Perpres No. 65 Tahun 2006 sebagai senjata pamungkasnya bila proses musyawarah dengan warga mengenai ganti rugi harga tanah menemui jalan buntu.
Adapun Perpres yang baru ini juga menyimpan potensi masalah yang cukup mengkhawatirkan yaitu :
1. Definisi Kepentingan Umum yang belum juga tuntas.
Pembatasan kepentingan umum dalam dua hal, pembangunan itu dilaksanakan pemerintah/pemda, yang selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki pemerintah/pemda. Perpres terdahulu tidak memberi pembatasan sama sekali. Dibandingkan Keppres No 55/1993, perpres ini memperluas pembatasan kepentingan umum dengan memuat kata "atau akan" dimiliki oleh pemerintah/pemda, serta menghapus kata "tidak digunakan untuk mencari keuntungan". Mudah ditebak, perpres ini utamanya dimaksudkan untuk menjadi landasan hukum kemitraan antara pemerintah dan swasta, khususnya dalam proyek- proyek pembangunan infrastruktur yang pendanaannya sulit dipenuhi pemerintah sendiri. Keikutsertaan swasta dapat berupa dana pengadaan tanah maupun pengusahaannya, misalnya melalui BOT atau KSO. Pemilikannya baru dapat dinikmati pemerintah setelah berakhirnya perjanjian kerja sama operasi, umumnya setelah 30 tahun.

Pengurangan pembangunan untuk kepentingan umum dari 21 menjadi 7 jenis menimbulkan pertanyaan, apakah yang menjadi dasar pengurangan itu? Bagaimana jika pemerintah/pemda akan membangun puskesmas/ rumah sakit umum, tempat pendidikan atau sekolah, lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan, kantor pemerintah/pemda, pasar umum/tradisional? Apakah pemerintah/pemda harus memperoleh tanah dengan cara jual beli? Perlu direnungkan, khususnya hak untuk memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan adalah hak dasar yang dijamin UUD 1945 dan merupakan kewajiban pemerintah untuk memenuhinya.

2. Penitipan Ganti rugi ke Pengadilan Negeri bila proses musyawarah mengenai harga tanah tidak selesai.
Masalah utamanya adalah mekanisme penitipan ganti rugi kepada Pengadilan Negeri, permasalahan penitipan uang ganti kerugian kepada Pengadilan Negeri (PN) bila lokasi pembangunan tidak dapat dipindahkan, namun musyawarah tidak mencapai hasil setelah berlangsung 120 hari kalender (sebelumnya 90 hari) dalam Pasal 10. Perlu ditegaskan, penerapan lembaga penawaran pembayaran yang diikuti dengan penitipan pada PN yang diatur dalam Pasal 1404 KUH Perdata keliru diterapkan dalam perpres ini.

Pengadaan tanah adalah perbuatan pemerintah/pemda yang termasuk dalam ranah hukum administrasi, sedangkan lembaga penawaran pembayaran dalam Pasal 1404 KUH Perdata mengatur hubungan hukum keperdataan di antara para pihak.
Selain keliru menerapkan konsep dan terkesan memaksakan kehendak sepihak, Pasal 10 ini tidak final. Sepanjang masyarakat tetap keberatan dengan ganti kerugian, meski ganti kerugian sudah dititipkan kepada Pengadilan Negeri, tetap terbuka kemungkinan proses pengusulan pencabutan hak atas tanah melalui Pasal 18 perpres ini, sesuai UU No 20/1961 tentang Pencabutan Hak atas Tanah yang merupakan pelaksanaan amanat Pasal 18 UUPA. Pencabutan hak baru dapat ditempuh jika semua upaya musyawarah gagal dan merupakan upaya terakhir yang dimungkinkan oleh hukum.
Mungkin dengan penetapan jangka waktu 120 hari diharapkan dapat dicegah berlarutnya proses musyawarah sekaligus menimbulkan tekanan psikis pada masyarakat yang enggan berhubungan dengan lembaga peradilan. Secara hukum, Pasal 10 perpres ini tidak relevan karena tanpa menitipkan ganti kerugian pada Pengadilan Negeri, sudah ada jalan keluar yang diatur dalam UU No 20/1961.

Berawal dari latar belakang diatas maka Penelitian Hukum ini sangatlah diperlukan oleh masyarakat agar dapat memberikan pedoman bagi masyarakat yang terkena dampak dari Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dan kepada pihak lain khususnya Pemerintah dan Wakil rakyat agar dapat mengetahui permasalahan yang ada pada Perpres ini karean dalam penelitian ini akan menguraikan secara lugas dan tuntas sampai selesai tentang Proses tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Penelitian Hukum ini karena keterbatasan dana dan tenaga serta waktu maka hanya mengambil batasan permasalahan pada Perpres No. 65 Tahun 2006 dan Perpres No. 36 Tahun 2005 sehingga penelitian pada secara yurispridensi putusan Pengadilan dan penelitian kajian contoh kasus di lapangan yang terbaru dan secara langsung tidak dapat dilakukan.


3. RUMUSAN MASALAH
Berawal dari latar belakang diatas maka melalui penelitian ini dapat diketahui permasalahan yang terjadi dan melakukan tinjauan yuridis normatif yaitu :
1) Apakah yang dimaksud dengan Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum ?
2) Siapakah yang berwenang melakukan Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum ?
3) Siapakah yang termasuk kategori Pemerintah atau Pemerintah Daerah dalam Proses Pengadaan tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum?
4) Apakah arti atau maksud Kepentingan Umum dalam Proses pengadaan tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk kepentingan umum ?
5) Apakah objek Kepentingan Umum dalam Proses Pengadaan tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk kepentingan umum ?
6) Bagaimanakah bentuk pelaksanaan mekanisme ganti rugi yang sah secara yuridis dalam Proses Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum ?
7) Bagaimanakah cara atau upaya perlindungan hukum yang diberikan oleh negara kepada rakyat dalam pelaksanaan proses Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk Kepentingan Umum ?
8) Bagaimanakah bila proses pengadaan tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau pemerintah daerah telah selesai tetapi tidak sesuai dengan peruntukan semula atau tujuan semula yaitu Kepentingan Umum ?

4. TUJUAN PENELITIAN HUKUM
Penelitian Hukum ini bertujuan untuk memaparkan dan menganalisis hukum positif yang berkaitan Proses Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum serta menemukan ketentuan mana yang tidak sesuai dengan peraturan hukum diatasnya.
5. MANFAAT PENELITIAN HUKUM
Hasil penelitian ini dimasa depan sangat diharapkan mampu memberikan sumbangan yaitu :

· Kalangan akademisi
1) Melengkapi penelitian hukum yang telah ada mengenai Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
2) Memberikan kajian yuridis normatif yang benar dan tepat mengenai Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

· Kalangan Praktisi
Memberikan sumbangan pemikiran mengenai perbandingan kajian teoritis dengan kajian praktis yang benar dan tepat mengenai Upaya Pencabutan Hak atas Tanah dalam Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

· Bagi Masyarakat Umum
Diharapkan Penelitian Hukum ini memberikan masukan dan informasi yang dibutuhkan masyarakat di masa mendatang apabila Tanah dan Rumah yang mereka miliki harus direlakan untuk Pembangunan demi Kepentingan Umum.

· Bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta Wakil rakyat di Dewan
Diharapkan Penelitian Hukum ini memberikan masukan mengenai kajian yuridis terhadap Peraturan perundangan yang dikeluarkan untuk mendukung Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum ternyata masih menyimpan sejumlah masalah yang perlu dibenahi segera di masa datang.


6. PENDEKATAN MASALAH
Penelitian hukum ini pada pokoknya menggunakan Kajian pendekatan secara yuridis normatif dengan peraturan Perundang-undangan dan konsep para ahli hukum sebagai basis penelitiannya akan tetapi dibawah ini akan diuraikan satu per satu untuk setiap rumusan masalahnya.

Pada rumusan masalah 1 yaitu
Apakah yang dimaksud dengan Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum ?
Pada masalah ini dapat menggunakan pendekatan kajian yuridis normatif yang berasal dari peraturan perUndang-undangan dan pendekatan konsep teoritis dari pendapat para ahli hukum mengenai pengertian Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

Pada rumusan masalah 2 yaitu
Siapakah yang berwenang melakukan Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum ?
Pada masalah ini dapat menggunakan pendekatan kajian yuridis normatif yang berasal dari peraturan perUndang-undangan dan pendekatan konsep teoritis dari pendapat para ahli hukum mengenai pihak manakah yang berwenang melakukan Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum .

Pada rumusan masalah 3 yaitu
Siapakah yang termasuk kategori Pemerintah atau Pemerintah Daerah dalam Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum ?
Pada masalah ini dapat menggunakan pendekatan kajian yuridis normatif yang berasal dari peraturan perUndang-undangan dan pendekatan konsep teoritis dari pendapat para ahli hukum mengenai arti dan siapakah yang dapat disebut Pemerintah atau Pemerintah Daerah dalam konsep Negara Kesatuan RI.
Pada rumusan masalah 4 yaitu :
Apakah arti atau maksud Kepentingan Umum dalam Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum ?
Pada masalah ini dapat menggunakan pendekatan kajian yuridis normatif yang berasal dari peraturan perUndang-undangan dan pendekatan konsep teoritis dari pendapat secara filosofis para ahli hukum mengenai arti dan makna Kepentingan Umum

Pada rumusan masalah 5 yaitu :
Apakah objek Kepentingan Umum dalam Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum ?

Pada masalah ini dapat menggunakan pendekatan kajian yuridis normatif yang berasal dari peraturan perUndang-undangan objek Kepentingan Umum.

Pada rumusan masalah 6 yaitu :
Bagaimanakah bentuk pelaksanaan mekanisme ganti rugi yang sah secara yuridis dalam Proses Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum ?
Pada masalah ini dapat menggunakan pendekatan kajian yuridis normatif yang berasal dari peraturan perUndang-undangan bentuk pelaksanaan mekanisme ganti rugi yang sah secara yuridis dalam Proses Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

Pada rumusan masalah 7 yaitu :
Bagaimanakah cara atau upaya perlindungan hukum yang diberikan oleh negara kepada rakyat dalam pelaksanaan proses Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk Kepentingan Umum ?
Pada masalah ini dapat menggunakan pendekatan kajian yuridis normatif yang berasal dari peraturan perUndang-undangan dan kajian pendapat para ahli hukum dalam buku, jurnal hukum, makalah ilmiah dan seminar, dan lainnya mengenai upaya perlindungan hukum yang diberikan oleh negara kepada rakyat dalam pelaksanaan proses Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk Kepentingan Umum

Pada rumusan masalah 8 yaitu :
Bagaimanakah bila proses tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum oleh Pemerintah atau pemerintah daerah telah selesai tetapi tidak sesuai dengan peruntukan semula atau tujuan semula yaitu untuk Kepentingan Umum ?
Pada masalah ini dapat menggunakan pendekatan kajian yuridis normatif yang berasal dari peraturan perUndang-undangan dan kajian pendapat para ahli hukum dalam buku, jurnal hukum, makalah ilmiah dan seminar, dan lainnya mengenai bila proses Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum oleh Pemerintah atau pemerintah daerah telah selesai tetapi tidak sesuai dengan peruntukan semula untuk Kepentingan Umum atau dengan kata lain penyimpangan dari tujuan semula atau sengaja menyimpang.

7. BAHAN HUKUM
Penelitian Hukum dengan kajian Yuridis Normatif menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan konsep teoritis ini menggunakan beberapa bahan hukum untuk mendukung data-data dan teorinya.
Adapun bahan hukum tersebut yaitu berupa Peraturan perundang-undangan sebagai bahan primer dan bahan hukum sekunder yaitu pendapat para ahli hukum.
Bahan hukum primer adalah Peraturan pelaksana Undang-undang yaitu :
· Perpres No. 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
· Perpres No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
Bahan hukum sukunder adalah pendapat para ahli hukum yang dapat ditemukan di Literatur berupa buku hukum, surat kabar, media elektronik, media internet dan artikel hukum serta dapat ditemukan juga pada Jurnal-jurnal hukum.
Bahan hukum sekunder antara lain yaitu :
· Mahmud Marzuki, Peter .Penelitian hukum. Prenada Media. Jakarta. 2005
· Salle, Aminuddin. Hukum Pengadaan Tanah untuk kepentingan umum. Kreasi Total Media. Jakarta. 2007
· Jurnal hukum mengenai Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
· Majalah Varia peradilan dan Majalah Hukum lainnya
· Skripsi, Tesis, dan Disertasi mengenai Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
· Buku-buku dari Hasil Disertasi mengenai Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
· www.hukumonline.com
· www.kompas.co.id
· www.tempointeraktif.com
· www.detik.com
· www.kimpraswil.go.id
· www.pu.go.id

8. TEKNIK KOLEKSI BAHAN HUKUM
Bahan-bahan hukum primer dalam Penelitian Hukum ini diperoleh dengan mengumpulkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok pembahasan, literature ini dapat ditemukan pada Lembaran Negara dan Tambahan Lembaran Negara, buku, media elektronik dan situs pemerintahan di media internet.
Bahan hukum sekunder yaitu Pendapat pada ahli hukum dapat ditemukan pada jurnal ilmiah, artikel hukum di majalah kampus, disertasi yang menjadi buku, makalah seminar, situs hukum di media internet, situs Koran online di media Internet, surat kabar, majalah hukum dan sebagainya kemudian bahan primer dan sukunder disusun secara sistematis berdasarkan pokok pembahasan yang sesuai dengan penelitian ini.

9. ANALISIS BAHAN HUKUM
Adapun setelah mengumpulkan dan menginventarisasi peraturan-peraturan perundang-undangan maka bahan-bahan hukum tersebut dalam tahapan langkah selanjutnya adalah melakukan analisa dengan metode pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual secara teoritis dan pada penelitian hukum ini tidak dilakukan penemuan hukum.
Tahapan analisis bahan hukum adalah
Mengklasifikasikan bahan-bahan hukum yang telah terkumpul
Perpres No. 65 Tahun 2006 dan Perpres No. 36 Tahun 2005 diklasifikasikan sebagai bahan hukum primer dan kemudian melakukan analisis dengan kajian pendekatan perundang-undangan sedangkan pendapat ahli hukum dikumpulkan sebagai bahan hukum sekunder yang akan dilakukan analisis dengan pendekatan teoritis mengenai Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
Melakukan analisis hukum
Perpres No. 65 Tahun 2006 dan Perpres No. 36 Tahun 2005 setelah diklasifikasikan sebagai bahan hukum primer lalu melakukan analisis dengan kajian pendekatan perundang-undangan sedangkan pendapat ahli hukum dikumpulkan sebagai bahan hukum sekunder lalu dilakukan analisis dengan pendekatan teoritis mengenai Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

10. REFERENSI LITERATUR
· Perpres No. 65 tahun 2006 perubahan atas Perpres No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
· Perpres No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
· Mahmud Marzuki, Peter .Penelitian hukum. Prenada Media. Jakarta. 2005
· Salle, Aminuddin. Hukum Pengadaan Tanah untuk kepentingan umum. Kreasi Total Media. Jakarta. 2007
· Jurnal hukum mengenai tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
· Majalah Varia peradilan dan Majalah Hukum lainnya
· Skripsi, Tesis, dan Disertasi mengenai tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
· Buku-buku dari Hasil Disertasi mengenai tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
· www.hukumonline.com
· www.kompas.co.id
· www.tempointeraktif.com
· www.detik.com
· www.kimpraswil.go.id
· www.pu.go.id